Pertengahan tahun 2011 yang lalu, terjadi gerhana bulan, suatu fenomena alam yang banyak diperbincangkan. Namun apakah sebenarnya gerhana bulan itu sendiri ? Gerhana bulan adalah suatu fenomena alam terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Banyak cerita dan mitos yang berkembang di berbagai belahan dunia tentang proses terjadinya gerhana bulan itu sendiri, antara lain :
1. CHINA
Kebudayaan kuno China meyakini bahwa gerhana bulan terjadi karena seekor naga raksasa murka dan memangsa bulan. Fenomena ini mereka sebut ” CHIH ” yang artinya memangsa. Untuk mengusir naga, mereka membuat keributan dengan cara membunyikan petasan agar sang naga pergi. Hingga kini, meski sudah tidak diyakini lagi, guna melestarikan kebudayaan, pembunyian petasan saat gerhana kadangkala masih diadakan.
2. JEPANG
Orang Jepang dulu, menganggap bahwa saat terjadi gerhana para dewa menebarkan racun hitam pekat ke dunia, karena itu mereka selanjutnya berbondong-bondong menutupi sumur-sumur mereka dengan benda apa saja hingga gerhana bulan berakhir.
3. PRANCIS
Dikatakan bahwa Raja Louis meninggal dalam ketakutan disuatu malam ketika dunia gelap tanpa bulan sekitar tahun 840. Karena itulah rakyat percaya bahwa ketika terjadi gerhana bulan setan sedang turun ke dunia dan melakukan kejahatannya.
4. INDONESIA
Dikisahkan seorang raja siluman raksasa yang sakti mandraguna yang bernama Prabu Kalarahu. Ia merupakan penguasa antariksa dan sedang mencoba mencari air sumber kehidupan (tirta amerta) yang konon mampu menghidupkan orang yang telah meninggal dan juga menjadikan orang yang meminumnya hidup kekal sepanjang masa. Air suci tersebut hanya dimiliki oleh para Dewa.
Dengan cara bersembunyi di kegelapan malam, raja siluman tersebut lalu menantikan saat-saat lengahnya para Dewa. Ketika para Dewa sedang lengah, dengan tergesa ia mengambil tirta amerta dan meminumnya. Namun baru seteguk dan belum sempat menelannya, Bhatara Candra sang Dewa Bulan pun memergokinya. Kalarahu pun kabur dan Bhatara Candra mengejarnya hingga akhirnya Kalarahu bersembunyi, tetapi tempat persembunyian itupun diketahui oleh Bhatara Candra yang kemudian melaporkan seluruh kejadian tersebut kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru segera memerintahkan Bhatara Wisnu untuk memburu Kalarahu, dengan bersenjatakan cakra akhirnya Bhatara Wisnu mampu mengalahkan raja siluman itu yang kemudian memenggal kepalanya, dan tubuhnya terhempas jatuh ke bumi. Potongan tubuh kalarahu selanjutnya menjelma menjadi sebuah lesung penumbuk padi, sedangkan potongan kepalanya tetap hidup, melayang-layang di angkasa karena ia telah sempat meminum seteguk air kehidupan. Sejak saat itu, Prabu Kalarahu merasa dendam kepada Bhatara Candra. Ia yang kini hanya berwujud potongan kepala tanpa badan itu selalu mengintai hendak memangsa Bhatara Candra sang Dewa bulan. Setiap ada kesempatan ia pun selalu memangsa Bhatara Candra (bulan). Namun karena ia hanya berupa siluman berwujud kepala tanpa tubuh, maka setiap ia memangsa bulan, bulan pun akan muncul kembali ketika telah melewati leher sang siluman.
Dengan cara bersembunyi di kegelapan malam, raja siluman tersebut lalu menantikan saat-saat lengahnya para Dewa. Ketika para Dewa sedang lengah, dengan tergesa ia mengambil tirta amerta dan meminumnya. Namun baru seteguk dan belum sempat menelannya, Bhatara Candra sang Dewa Bulan pun memergokinya. Kalarahu pun kabur dan Bhatara Candra mengejarnya hingga akhirnya Kalarahu bersembunyi, tetapi tempat persembunyian itupun diketahui oleh Bhatara Candra yang kemudian melaporkan seluruh kejadian tersebut kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru segera memerintahkan Bhatara Wisnu untuk memburu Kalarahu, dengan bersenjatakan cakra akhirnya Bhatara Wisnu mampu mengalahkan raja siluman itu yang kemudian memenggal kepalanya, dan tubuhnya terhempas jatuh ke bumi. Potongan tubuh kalarahu selanjutnya menjelma menjadi sebuah lesung penumbuk padi, sedangkan potongan kepalanya tetap hidup, melayang-layang di angkasa karena ia telah sempat meminum seteguk air kehidupan. Sejak saat itu, Prabu Kalarahu merasa dendam kepada Bhatara Candra. Ia yang kini hanya berwujud potongan kepala tanpa badan itu selalu mengintai hendak memangsa Bhatara Candra sang Dewa bulan. Setiap ada kesempatan ia pun selalu memangsa Bhatara Candra (bulan). Namun karena ia hanya berupa siluman berwujud kepala tanpa tubuh, maka setiap ia memangsa bulan, bulan pun akan muncul kembali ketika telah melewati leher sang siluman.
Sampai saat ini, sebagian masyarakat pedesaan di Pulau Jawa dan Pulau Bali mempercayai sebuah mitos bahwa bila terjadi gerhana bulan, mereka pun beramai-ramai menabuh lesung kayu dengan pukulan alu bertalu-talu. Hal ini berkaitan dengan mitologi tentang Prabu Kalarahu ini, masyarakat berpendapat Prabu Kalarahu akan takut bilamana mendengar bunyi lesung di tabuh.
Mitos yang berkembang diberikan secara turun temurun kepada keturunan selanjutnya, sehingga sampai saat ini pun masih banyak yang percaya bahwa terjadinya gerhana bulan dikarenakan sebab-sebab diatas. Tetapi para ahli, yang bisa dikatakan menganut rasionalisme, memiliki pandangan lain tentang terjadinya gerhana bulan ini. Menurut mereka gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Dengan penjelasan lain, gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap oposisi bulan dengan matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong yang disebut node, yaitu titik di mana bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan beroposisi pada node tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke titik oposisi lainnya. Maka seharusnya, jika terjadi gerhana bulan, akan diikuti dengan gerhana matahari karena kedua node tersebut terletak pada garis yang menghubungkan antara matahari dengan bumi.
Sebenarnya, pada peristiwa gerhana bulan, seringkali bulan masih dapat terlihat. Ini dikarenakan masih adanya sinar matahari yang dibelokkan ke arah bulan oleh atmosfer bumi. Dan kebanyakan sinar yang dibelokkan ini memiliki spektrum cahaya merah. Itulah sebabnya pada saat gerhana bulan, bulan akan tampak berwarna gelap, bisa berwarna merah tembaga, jingga, ataupun coklat. Gerhana bulan dapat diamati dengan mata telanjang dan tidak berbahaya sama sekali.
http://www.gunadarma.ac.id
http://www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar