MEMPENGARUHI PERILAKU
A.
Definisi
Pengaruh
Pengaruh
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari
sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan
seseorang.
B.
Kunci
Perubahan Perilaku
Keadaan
yang buruk atau rusak merupakan persoalan yang sangat mempengaruhi masyarakat
dalam segala aspek kehidupan sekaligus mengganggu segala bentuk aktivitas yang
ada di masyarakat. Kemiskinan merupakan kondisi buruk dan satu-satunya
persoalan yang sistemik. Karena, kemiskinan menjadikan munculnya perilaku
kriminal yang tentu
saja buruk.
Sehingga perlu ada solusi sebagai bentuk perubahan masyarakat dari kondisi
miskin yang tidak berdaya, menjadi berdaya. Dalam hal ini mereka akan memiliki
potensi kritis dan gerak yang dapat menanggulangi segala bentuk persoalan kemiskinan.
Secara
definisi, masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi
dan memiliki komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan
individu lain dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan
kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah
masyarakat yang terdiri dari individu berkepribadian (personality)
baik. Personality tidak dibentuk dari performance dan style
seseorang, melainkan dari adanya daya intelektual dan perbuatan. Selanjutnya,
tidak hanya membentuk saja, tapi juga disertai upaya menjadikan personality
tersebut berkualitas.
Potensi
harus digunakan sebaik mungkin. Rasa ingin tahu, banyak memiliki informasi atau
mengaitkan informasi dengan fakta yang ada merupakan bagian dari potensi daya
intelektual. Jadi, yang harus dilakukan oleh manusia adalah banyak melakukan
pembelajaran, kajian ataupun diskusi sehingga memiliki cara pandang tertentu.
Sementara
itu, perbuatan adalah aktualisasi kecendrungan manusia terhadap apa yang
dipikirkan. Perbuatan yang lahir tidak atas idealisme seseorang bukan merupakan
cerminan perbuatan yang dimaksud. Sekali lagi, hal yang kita inginkan adalah
perilaku yang tunggal, bukan ganda. Artinya, perbuatan terbentuk dari idealisme
yang satu. Jika perbuatan terbentuk dari idealisme lain-lain berarti personality
individu tersebut ‘gado-gado’ atau tidak jelas, bahkan lahir sosok skeptisisme
(munafik). Daya intelektual disatukan dengan perbuatan akan melahirkan
idealisme sejati.
Perilaku
yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui
berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan
tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan
berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi
sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
C.
Model
Mempengaruhi Orang Lain dan Peranannya Dalam Psikologi Manajemen
Terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang
mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
1.
Logical argument (logos)
Yaitu
penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini
telah disinggung dalam komponen data.
2.
Psychological/ emotional argument (pathos)
Yaitu
penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya,
iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan
pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan
iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan
psychological argument dengan efek emosi negatif.
3.
Argument based
on credibility (ethos)
Yaitu
ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator
mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti
nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita
menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena
kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.
D.
Wewenang
dan Peranan Wewenang Dalam Manajemen
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang
lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan
tertentu. Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi
efektivitas organisasi. Peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian,
wewenang dan kekuasaan sebagai metode formal, dimana manajer menggunakannya
untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.Wewenang formal tersebut harus
di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer
perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama
dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan,
pengalaman dan kepemimpinan mereka. Wewenang merupakan bagian dari kekuasaan
yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan.
Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi
yang dipegang dalam organisasi
KEKUASAAN
A.
Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang
didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut
sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan
melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan).
Sementara
itu Winter (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) mendefiniskan kekuasaan sebagai
suatu kemampuan atau kapasitas dari seseorang untuk menghasilkan (baik disadari
atau tidak) pengaruh-pengaruh yang diharapkan pada perilaku atau motivasi orang
lain.
Kekuasaan merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Karena
kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali
setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan
penggunaan kekuasaan. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa
pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok
yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus
dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau
kelompok lain.
B.
Sumber
Kekuasaan Menurut French & Raven
1. Coercive
Power (Kuasa Paksaan)
Adalah
kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan
permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak
mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan
karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena
hal itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan
mau untuk melakukan perintah yang diberikan oleh orang yg berkuasa itu. Karena
jika mereka tidak mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya
tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman. Contoh dari Coercive power adalah, seorang
atasan memberikan pemotongan gaji terhadap karyawan/bawahannya, karena
bawahaanya tersebut telah melanggar peraturan perusahaan, bahkan jika kesalahan
bawahannya tersebut fatal, maka si atasan akan melakukan pemecatan terhadapnya,
atau seorang guru memberikan hukuman terhadap siswanya, dengan memberikan tugas
yang banyak. Seseorang juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota
grup lain, walaupun kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward
power daripada coersive power jika keduanya tersedia.
2. Insentif Power (Reward
Power)
Reward power
adalah suatu sikap yang patuh /tunduk yang dicapai berdasarkan
kepatuhan/kemampuan untuk memberikan reward (imbalan) agar dipandang orang lain
berharga, Seseorang akan patuh terhadap orang lain, jika dijanjikan akan diberikan
sebuah imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Selain itu
reward power juda bisa diartikan kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam
pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Contoh dari Reward Power adalah bisa dalam bentuk bintang emas
untuk murid, gaji untuk karyawan, persetujuan sosial untuk subyek dalam
eksperimen, feedback yang positif
untuk karyawan, makanan untuk orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan
bahkan bunuh diri untuk yang merasa hidupnya tersiksa.
3. Legitimate
Power (Kuasa yang sah)
Legitimate power adalah pemimpin
yang memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut
ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate
power, akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya.
Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber
dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan
perintah. Contoh dari legitimate power
adalah, pegawai polisi yang meminta penonton untuk pindah jika berada dalam
suatu konser/pertunjukan musik, dosen menunggu isi kelas diam dan tenang
sebelum mengajarkan materinya.
4.
Expert power (Kekuasaan Pakar)
Pengaruh
berdasar pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan
kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam
bidangnya, akan mudah untuk menguasai/mempengaruhi orang lain. Para anggota
dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari
itulah, suatu kelompok tercipta untuk saling melengkapi kekurangan anggota
kelompok lainnya. Namun pada dasarnya, seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk
mendapatkan kekuatan ahli. Orang tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain
sebagai seorang yang ahli. Sebenarnya, seseorang tidak harus memaksakan diri
untuk menjadi seseorang yang ahli. Karena, sebenarnya kemampuan apapun yang
kita miliki, tidak hanya kita yang menilai, tapi kita pun perlu penilaian dari
orang lain. Contoh dari expert power
adalah, seorang pasien percaya pada hasil diagnosis dokter atas penyakit yang
dideritanya, seseorang percaya pada seorang ilmuwan pada bidangnya, karena
ilmuwan tersebut telah membuktikan hasil penelitiaanya.
5. Referent
Power (Kekuasaan Rujukan)
Pengaruh yang didasarkan pada pemilikan sumber daya atau ciri pribadi
yang diinginkan oleh seseorang, berkembang dari rasa kagum terhadap orang lain,
untuk menjadi seperti orang yang dikaguminya itu, dikarenakan adanya karisma.
Selain itu, referent power juga menjelaskan bagaimana charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada
kelompoknya) mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka.
Siapakah anggota yang paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb. Contoh
dari referent power adalah, seorang pengikut dalam suatu kelompok, sangat
mengagumi ketua kelompoknya, karena ketua kelompoknya tersebut memiliki pribadi
yang kompeten, baik hati, bersikap mengayomi kepada semua pengikutnya, dan
tidak pernah bersikap otoriter.
LEADERSHIP
A.
Definisi
Leadership
Kreiner menyatakan bahwa leadership
adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak
buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa
leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok.
Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki,
ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang
lain.
B.
Teori
Kepemimpinan Partisipatif
1. Teori
X dan Y dari Douglas Mc Gregor
Konsep
teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor di mana para manajer / pemimpin
organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai /
karyawan yaitu teori x atau teori y. Menurut McGregor organisasi
tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan,
terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
a. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia
adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari
pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil
untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam
serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan dan
teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka
diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan
keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumÃs teori X dari McGregor ini
bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :
-
Tidak menyukai bekerja
-
Tidak menyukai kemauan dan ambisi
untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
-
Mempunyai kemampuan yang kecil untuk
berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
-
Hanya membutuhkan motivasi
fisiologis dan keamanan saja.
-
Harus diawasi secara ketat dan
sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.
b. Teori Y
Teori
ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara
ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja
sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki
dalam bekerja, untuk menyadari kelemahan dari asumà teori X itu maka
McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumÃs teori
Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat
dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumÃs
teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
-
Pekerjaan itu pada hakekatnya
seperti bermain, dapat
memberikan kepuasan kepada orang.
Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan.
-
Manusia dapat mengawasi diri
sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
-
Kemampuan untuk berkreativitas di
dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan
kepada seluruh karyawan.
-
Motivasi tidak saja berlaku pada
kebutuhan-kebutuhan sosial,
penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan
fisiologi dan keamanan.
-
Orang-orang dapat mengendalikan diri
dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
2. Teori
Sistem 4 dari Rensis Likert
Menurut Likert terdapat
8 variabel managerial yaitu :
·
Kepimpinan
·
Motivasi
·
Komunikasi
·
Interaksi
·
Pengambilan keputusan
·
Penentuan tujuan
·
Pengendalian
·
Kinerja
Selain itu Likert juga
membagi gaya managerial antara lain:
a. Penguasa
mutlak (exploitative-authoritative)
-
Gaya berdasarkan asumsi
teori X McGregor
-
Manager memberi
bimbingan sepenuhnyadan pengawasan ketat pada pegawai dengan rasa takut,
ancaman dan hukuman
-
Interaksi bawahan dan
atasan sedikit, semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah
semata mata berisi instruksi dan perintah
b.
Penguasa semi mutlak
(benevolent-authoritative)
-
Sifatnya otoritarian
-
Mendorong komunikasi ke
atas untuk berpendapat atau mengemukakan keluhan interaksi antara tingkatan dilakukan
melalui jalur formal
c.
Penasihat
(consultative)
-
Melibatkan interaksi
yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat antara atasan dan
bawahan
-
Informasi berjalan baik
ke atas atau ke bawah, tetapi dengan sedikit penekanan pada gagasan gagasan
yang berasal dari atas
-
Manager menaruh
kepercayaan besar meskipun tidak mutlak
d.
Pengajak serta
(participative)
-
Gaya ini amat sportif,
dengan tujuan agar berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai
-
nformasi berjalan ke
segala arah dan pengendalian dijalankan disetiap tingkatan. Orang berkomunikasi
dengan bebas, terbuka, dan berterusterang, hampir tanpa rasa takut.
3. Theory of
Leadership Pattern Choice dari Tannebaun dan Schmidt
Tannenbaun dan Schmidt
berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara,
yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut
dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat
negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh
pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan
dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh,
sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat
negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan
keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa
aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis
ini adalah pada tugas.
Sementara itu perilaku
demokratis memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal
ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam
melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work
untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan
bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan
keputusan kelompok.
Namun, kenyataannya
perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan
yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara
dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt mengelompokkannya menjadi
tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak
melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu
garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan
sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan.
Ketujuh tingkatan
hubungan pemimpin dengan bawahan adalah:
1) Pemimpin
membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling)
2) Pemimpin
menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3) Pemimpin
menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
4) Pemimpin
memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah
5) Pemimpin
memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting)
6) Pemimpin
menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan
7) Pemimpin
mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining)
C.
Modern
Choice Approach to Participation
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat
ditentutak oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus
diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk :
- Membantu mengenali
berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation)
-
Menyarankan gaya
kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi
Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu
klasifikasi gaya kepemimpinan, criteria efektifitas keputusan, dan kriteria penemukenalan
jenis pemecahan persoalan
D.
Contingency
Theory of Leadership dari
Fiedler
Fiddler
mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai
tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2, yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada maintenance.
Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara
efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi :
-
Pada set yang pertama,
pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang
didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi
yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat
termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan
dengan sebaik-baiknya.
-
Pada set yang kedua,
pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang
diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam
kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih
tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Teori
kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan
tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya
yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang
menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi
karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan
situasinya.
Sebagai
landasan studinya, Fiedler menemukan 3 dimensi kritis daripada situasi/lingkungan
yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu :
a.
Kekuasaan atas dasar
kedudukan/jabatan (Position power).
Kekuasaan atas dasar
kedudukan/jabatan ini berbeda dengan sumber kekua-saan yang berasal dari tipe
kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin
mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah/dipimpin, karena ia
bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan
atas kewenangan organisasi (organizational
authority).
b.
Struktur tugas (task structur)
Pada dimensi ini
Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan
orang-orang diserahi tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi
di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila
tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan
lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas
pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu
tidak jelas/kabur.
c.
Hubungan antara
Pemimpin dan anggotanya (Leader member
relations).
Dalam dimensi ini
Fiedler menganggap sangat penting dan sudut pandangan seorang pemimpin, apabila kekuasaan
atas dasar kedudukan/jabatan dan stuktur tugas dapat dikendalikan secara lebih
luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan selama anggota kelompok suka
melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya
E.
Path
Goal Theory
Path Goal Theory
adalah suatu model kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu
anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan
atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan
kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif
memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian
tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah
dengan mengurangi hambatan
Menurut path goal theory, suatu
perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh
mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin
akan memberikan motivasi sepanjang :
1. Membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif
2. Menyediakan
ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif.
Untuk
pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.
Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler
tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat
fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu
menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi.
Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang
pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan
pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang
pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model
path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar :
1. Fungsi
Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di
dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi
Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Motivasi
A.
Definisi
Motivasi
Motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya.Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan
ketekunan (http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi).
Walgito (dalam Basuki, 2008)
mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri individu atau organisme yang
mendorong perilaku ke arah tujuan. Sementara itu Plotnik (dalam Basuki, 2008)
mengatakan, motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologis dan psikologi yang
menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu
tertentu. (“Motivation refers to the
various physiological and psychological factors that cause us to act in
specific way at a particulartime”)
B.
Teori
Drive Reinforcement
Teori
‘drive’ bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang
atau binatang. Secara umum, teori-teori drive mengatakan ketika suatu keadaan
dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku
yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.
Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan
dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat
dikatakan terdiri dari :
·
Suatu keadaan yang
mendorong
·
Perilaku yang mengarah
ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
·
Pencapaian tujuan yang
memadai
·
Pengurangan dan
kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah
keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke
arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan
seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori
pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi
jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau
binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Teori-teori drive yang lain telah
mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya,
dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian
dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang
berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman
keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan
untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam
realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi
atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag
tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain
mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
C.
Teori
Harapan
Teori
ini diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat
asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu :
·
Perilaku ditentukan
oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang dan
faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.
·
Perilaku orang dalam
organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku
seseorang adalah hasil dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkan oleh
orang tersebut.
·
Orang mempunyai
kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
·
Orang memilih satu dari
beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari
sebuah perilaku.
Atas
dasar asumsi tersebut, Nadler dan Lawler menyusun model harapan yang terdiri
dari 3 komponen, yaitu :
1. Nilai
(Valence)
Setiap bentuk insentif
punya nilai positif atau negatif bagi seseorang. Juga apakah nilai itu besar
atau kecil bagi seseorang.
2. Instrumentalitas
Adanya hubungan antara
pekerjaan yang harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Jadi jika
pekerjaan dilihat bisa merupakan alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan
timbullah motivasi kerja.
3. Pengharapan
Persepsi tentang
besarnya kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja.
Harapan
kinerja-hasil. Orang mengharapkan sesuatu dari perilakunya. Harapan ini Hasil
dari sebuah perilaku mempunyai kekuatan untuk menggerakkan motivasi. Dampak
daya motivasi untuk setiap orang tidak sama. Harapan upaya-kinerja. Antisipasi
tentang sulitnya mencapai suatu hasil mempengaruhi orang untuk memilih
alternatif perilaku.
Teori
Harapan menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar
kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong
ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi
dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
D.
Teori
Tujuan
Teori
ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap
orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat
seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
·
Ia akan berorientasi
pada hal hal yang diperlukan
·
Ia akan berusaha keras
mencapai tujuan tersebut
·
Tugas tugas sebisa
mungkin akan diselesaikan
·
Semua jalan untuk
mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori
ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas
dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang
tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut
dengan Goal Setting (penetapan
tujuan).
Penetapan
tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan
sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai
kepentingan pribadi (valence) yang
berbeda-beda.
Proses
penetapan tujuan (goal setting) dapat
dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu
kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan
bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan
(commitment) besar untuk berusaha
mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja
memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas
untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat
terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu
besar.
E.
Teori
Kebutuhan Maslow
Abraham
Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok.
Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai
dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan
sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai
motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan
dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi
sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan
yang penting.
·
Kebutuhan fisiologis
(rasa lapar, rasa haus, seks, dan sebagainya)
·
Kebutuhan rasa aman
(merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
· Kebutuhan akan rasa
cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
· Kebutuhan akan penghargaan
(berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
· Kebutuhan aktualisasi
diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan
estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri:
mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila
makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan
mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi
kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni
minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi
dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam
masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan,
dan rasa aman.
Daftar Pustaka :
Anoraga, Pandji.
(1995). Psikologi Industri dan Sosial. Semarang: Pustaka Jaya.
Basuki,
A.M.Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta:
Universitas Gunadarma.
Hasan, Alwi, dkk. (2005). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan. Nasional
Balai Pustaka
Munandar, A.S. (2001). Psikologi
Industri dan Organisasi. Depok: UI Press.
Riyanti, B.P.D., Hendro Prabowo.
(1998). Psikologi Umum 2. Jakarta:
Universitas Gunadarma.
Samsudin, Sadili.
(2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.
Widiyanti,
Ninik. (1990). Psikologi Dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Daftar Pustaka Gambar :
Stephanie Dwita Puspa Rieny Juniati
3PA01 / 16511894