Kamis, 19 Desember 2013

Tugas Psikologi Manajemen



MEMPENGARUHI PERILAKU
A.    Definisi Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.

B.     Kunci Perubahan Perilaku
Keadaan yang buruk atau rusak merupakan persoalan yang sangat mempengaruhi masyarakat dalam segala aspek kehidupan sekaligus mengganggu segala bentuk aktivitas yang ada di masyarakat. Kemiskinan merupakan kondisi buruk dan satu-satunya persoalan yang sistemik. Karena, kemiskinan menjadikan munculnya perilaku kriminal yang tentu saja buruk. Sehingga perlu ada solusi sebagai bentuk perubahan masyarakat dari kondisi miskin yang tidak berdaya, menjadi berdaya. Dalam hal ini mereka akan memiliki potensi kritis dan gerak yang dapat menanggulangi segala bentuk persoalan kemiskinan.
Secara definisi, masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi dan memiliki komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan individu lain dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang terdiri dari individu berkepribadian (personality) baik. Personality tidak dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adanya daya intelektual dan perbuatan. Selanjutnya, tidak hanya membentuk saja, tapi juga disertai upaya menjadikan personality tersebut berkualitas.
Potensi harus digunakan sebaik mungkin. Rasa ingin tahu, banyak memiliki informasi atau mengaitkan informasi dengan fakta yang ada merupakan bagian dari potensi daya intelektual. Jadi, yang harus dilakukan oleh manusia adalah banyak melakukan pembelajaran, kajian ataupun diskusi sehingga memiliki cara pandang tertentu.
Sementara itu, perbuatan adalah aktualisasi kecendrungan manusia terhadap apa yang dipikirkan. Perbuatan yang lahir tidak atas idealisme seseorang bukan merupakan cerminan perbuatan yang dimaksud. Sekali lagi, hal yang kita inginkan adalah perilaku yang tunggal, bukan ganda. Artinya, perbuatan terbentuk dari idealisme yang satu. Jika perbuatan terbentuk dari idealisme lain-lain berarti personality individu tersebut ‘gado-gado’ atau tidak jelas, bahkan lahir sosok skeptisisme (munafik). Daya intelektual disatukan dengan perbuatan akan melahirkan idealisme sejati.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.

C.    Model Mempengaruhi Orang Lain dan Peranannya Dalam Psikologi Manajemen
Terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
1.      Logical argument (logos)
Yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
2.      Psychological/ emotional argument (pathos)
Yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif.
3.      Argument based on credibility (ethos)
Yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.

D.    Wewenang dan Peranan Wewenang Dalam Manajemen
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektivitas organisasi. Peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metode formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka. Wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi

KEKUASAAN
A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh  atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan).
Sementara itu Winter (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) mendefiniskan kekuasaan sebagai suatu kemampuan atau kapasitas dari seseorang untuk menghasilkan (baik disadari atau tidak) pengaruh-pengaruh yang diharapkan pada perilaku atau motivasi orang lain.
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok lain.

B.     Sumber Kekuasaan Menurut French & Raven
1.      Coercive Power (Kuasa Paksaan)
Adalah kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk melakukan perintah yang diberikan oleh orang yg berkuasa itu. Karena jika mereka tidak mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman. Contoh dari Coercive power adalah, seorang atasan memberikan pemotongan gaji terhadap karyawan/bawahannya, karena bawahaanya tersebut telah melanggar peraturan perusahaan, bahkan jika kesalahan bawahannya tersebut fatal, maka si atasan akan melakukan pemecatan terhadapnya, atau seorang guru memberikan hukuman terhadap siswanya, dengan memberikan tugas yang banyak. Seseorang juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota grup lain, walaupun kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward power daripada coersive power jika keduanya tersedia.

2.      Insentif Power (Reward Power)
Reward power adalah suatu sikap yang patuh /tunduk yang dicapai berdasarkan kepatuhan/kemampuan untuk memberikan reward (imbalan) agar dipandang orang lain berharga, Seseorang akan patuh terhadap orang lain, jika dijanjikan akan diberikan sebuah imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Selain itu reward power juda bisa diartikan kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Contoh dari Reward Power adalah bisa dalam bentuk bintang emas untuk murid, gaji untuk karyawan, persetujuan sosial untuk subyek dalam eksperimen, feedback yang positif untuk karyawan, makanan untuk orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan bahkan bunuh diri untuk yang merasa hidupnya tersiksa.

3.      Legitimate Power (Kuasa yang sah)
Legitimate power adalah pemimpin yang memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate power, akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya. Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah. Contoh dari legitimate power adalah, pegawai polisi yang meminta penonton untuk pindah jika berada dalam suatu konser/pertunjukan musik, dosen menunggu isi kelas diam dan tenang sebelum mengajarkan materinya.

4.      Expert power (Kekuasaan Pakar)
Pengaruh berdasar pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya, akan mudah untuk menguasai/mempengaruhi orang lain. Para anggota dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipta untuk saling melengkapi kekurangan anggota kelompok lainnya. Namun pada dasarnya, seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk mendapatkan kekuatan ahli. Orang tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain sebagai seorang yang ahli. Sebenarnya, seseorang tidak harus memaksakan diri untuk menjadi seseorang yang ahli. Karena, sebenarnya kemampuan apapun yang kita miliki, tidak hanya kita yang menilai, tapi kita pun perlu penilaian dari orang lain. Contoh dari expert power adalah, seorang pasien percaya pada hasil diagnosis dokter atas penyakit yang dideritanya, seseorang percaya pada seorang ilmuwan pada bidangnya, karena ilmuwan tersebut telah membuktikan hasil penelitiaanya.

5.      Referent Power (Kekuasaan Rujukan)
Pengaruh yang didasarkan pada pemilikan sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan oleh seseorang, berkembang dari rasa kagum terhadap orang lain, untuk menjadi seperti orang yang dikaguminya itu, dikarenakan adanya karisma. Selain itu, referent power juga menjelaskan bagaimana charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada kelompoknya) mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka. Siapakah anggota yang paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb. Contoh dari referent power adalah, seorang pengikut dalam suatu kelompok, sangat mengagumi ketua kelompoknya, karena ketua kelompoknya tersebut memiliki pribadi yang kompeten, baik hati, bersikap mengayomi kepada semua pengikutnya, dan tidak pernah bersikap otoriter.


LEADERSHIP

A.    Definisi Leadership
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.


B.     Teori Kepemimpinan Partisipatif
1.      Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor
Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y. Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
a.       Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan dan teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :
-          Tidak menyukai bekerja
-          Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
-          Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
-          Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
-          Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.

b.       Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja, untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
-          Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain, dapat memberikan kepuasan kepada orang. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan.
-          Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
-          Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
-          Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
-          Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

2.      Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Menurut Likert terdapat 8 variabel managerial yaitu :
·         Kepimpinan
·         Motivasi
·         Komunikasi
·         Interaksi
·         Pengambilan keputusan
·         Penentuan tujuan
·         Pengendalian
·         Kinerja

Selain itu Likert juga membagi gaya managerial antara lain:
a.       Penguasa mutlak (exploitative-authoritative)
-          Gaya berdasarkan asumsi teori X McGregor
-          Manager memberi bimbingan sepenuhnyadan pengawasan ketat pada pegawai dengan rasa takut, ancaman dan hukuman
-          Interaksi bawahan dan atasan sedikit, semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata mata berisi instruksi dan perintah
b.      Penguasa semi mutlak (benevolent-authoritative)
-          Sifatnya otoritarian
-          Mendorong komunikasi ke atas untuk berpendapat atau mengemukakan keluhan interaksi antara tingkatan dilakukan melalui jalur formal
c.       Penasihat (consultative)
-          Melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat antara atasan dan bawahan
-          Informasi berjalan baik ke atas atau ke bawah, tetapi dengan sedikit penekanan pada gagasan gagasan yang berasal dari atas
-          Manager menaruh kepercayaan besar meskipun tidak mutlak
d.      Pengajak serta (participative)
-          Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai
-          nformasi berjalan ke segala arah dan pengendalian dijalankan disetiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka, dan berterusterang, hampir tanpa rasa takut.

3.      Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebaun dan Schmidt
Tannenbaun dan Schmidt berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Sementara itu perilaku demokratis memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Namun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan.
Ketujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan adalah:
1)      Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling)
2)      Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3)      Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
4)      Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah
5)      Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting)
6)      Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan
7)      Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining)

C.    Modern Choice Approach to Participation


Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentutak oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk :
-       Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation)
-          Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi
Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, criteria efektifitas keputusan, dan kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan

D.    Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2, yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi
:
-          Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
-          Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 dimensi kritis daripada situasi/lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu :
a.       Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power).
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan ini berbeda dengan sumber kekua-saan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah/dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b.      Struktur tugas (task structur)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diserahi tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas/kabur.
c.       Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader member relations).
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dan sudut pandangan seorang pemimpin, apabila kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan dan stuktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya

E.     Path Goal Theory
Path Goal Theory adalah suatu model kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan
Menurut path goal theory, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang :
1.      Membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif
2.      Menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif.
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi.
Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar :
1.      Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.      Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

Motivasi

A.    Definisi Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi).
Walgito (dalam Basuki, 2008) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Sementara itu Plotnik (dalam Basuki, 2008) mengatakan, motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologis dan psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu tertentu. (“Motivation refers to the various physiological and psychological factors that cause us to act in specific way at a particulartime”)

B.     Teori Drive Reinforcement
Teori ‘drive’ bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Secara umum, teori-teori drive mengatakan ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari :
·         Suatu keadaan yang mendorong
·         Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
·         Pencapaian tujuan yang memadai
·         Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.      Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.      Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

C.    Teori Harapan
Teori ini diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu :
·         Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.
·         Perilaku orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku seseorang adalah hasil dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkan oleh orang tersebut.
·         Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
·         Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku.
Atas dasar asumsi tersebut, Nadler dan Lawler menyusun model harapan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu :
1.      Nilai (Valence)
Setiap bentuk insentif punya nilai positif atau negatif bagi seseorang. Juga apakah nilai itu besar atau kecil bagi seseorang.
2.      Instrumentalitas
Adanya hubungan antara pekerjaan yang harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Jadi jika pekerjaan dilihat bisa merupakan alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan timbullah motivasi kerja.
3.      Pengharapan
Persepsi tentang besarnya kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja.
Harapan kinerja-hasil. Orang mengharapkan sesuatu dari perilakunya. Harapan ini Hasil dari sebuah perilaku mempunyai kekuatan untuk menggerakkan motivasi. Dampak daya motivasi untuk setiap orang tidak sama. Harapan upaya-kinerja. Antisipasi tentang sulitnya mencapai suatu hasil mempengaruhi orang untuk memilih alternatif perilaku.
Teori Harapan menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

D.    Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
·         Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
·         Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
·         Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
·         Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

E.     Teori Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.



·         Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, seks, dan sebagainya)
·         Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
·        Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
·  Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
·   Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.


Daftar Pustaka   :
Anoraga, Pandji. (1995). Psikologi Industri dan Sosial. Semarang: Pustaka Jaya.
Basuki, A.M.Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Hasan, Alwi, dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan. Nasional
           Balai Pustaka
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Depok: UI Press.
Riyanti, B.P.D., Hendro Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Samsudin, Sadili. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.
Widiyanti, Ninik. (1990). Psikologi Dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Daftar Pustaka Gambar :


Stephanie Dwita Puspa Rieny Juniati
3PA01 / 16511894

Tidak ada komentar:

Posting Komentar