Konsep Sehat
Sehat. Kita sering mendengar kata ini, bahkan menggunakannya setiap hari. Sehat dalam pandangan masyarakat umum adalah sehat secara jasmani, sehat secara fisik. Yang berarti individu memiliki fisik yang bugar dan jauh dari segala macam penyakit. Tentu saja pandangan ini tidak salah, namun konsep sehat didalam pembahasan kesehatan mental tidaklah berhenti hanya sampai kesehatan fisik semata. Didalam konsep sehat menurut kesehatan mental terdapat jenis-jenis kesehatan lain yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan fisik. Semuanya merupakan suatu kesatuan utuh dalam memandang seseorang dapat dikatakan sehat atau tidak.
Kita sebagai manusia tidak hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga mengenal adanya istilah kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika dilihat secara keseluruhan tentang bermacam-macam jenis kesehatan dan di hubungkan dengan manusia disekitar kita, pantas rasanya bila kita memandang mereka sebagai individu-individu yang tidak sehat. Mengapa ? Karena rasanya sulit sekali menemukan seseorang yang seutuhnya sehat, baik secara fisik/tubuh, mental, dan juga didalam lingkungan masyarakatnya. Lebih banyak kita temukan individu dengan fisik yang sehat tetapi ia mengalai gangguan sehingga fisiknya pun kurang berfungsi. Secara medic ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat sehingga ia tidak bisa berpikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur. Ada orang penyandang cacat tetapi pikirannya jernih, gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas, tetapi justru pikirannya kacau, tindakannya juga kacau, dan ia tidak bisa menikmati hidup ini (Kholil Lur Rochman, 2010:2).
Dari penjabaran tersebut bisa disimpulkan bahwa konsep sehat dalam kesehatan mental adalah individu yang secara utuh sehat secara jasmani, mental, dan di dalam lingkungannya. Individu yang mampu mengembangkan diri dengan menggunakan keseluruhan aspek sehat didalam hidupnya tersebut.
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental sudah ada sejak dahulu kala, saat manusia sendiri itu ada. Sejak dulu manusia tidak hanya mengalami sakit jasmani tetapi juga merasakan kesedihan, tertekan dan putus asa. Dan tentu saja orang juga berusaha untuk menyembuhkan sakit non-jasmaniahnya baik dengan cara yang rasional misalnya dengan minta nasehat pada orang tua, orang yang dituakan atau dianggap bijak dan dengan cara yang irasional dengan pergi ke dukun atau melakukan penyembahan pada benda-benda yang dianggap keramat. Perkembangan kebudayaan, tekhnologi dan ilmu pengetahuan mempengaruhi cara-cara orang untuk mengatasi problem non jasmaniah yang semakin lama tumbuh menjadi ilmu pengetahuan sendiri.
Pada tahun 1908 terbut sebuah buku yang sangat terkenal dengan judul “A Mind That Found It Self”. Buku tersebut dikarang oleh Clifford Whittingham Beers. Buku itu menceritakan pengalaman-pengalamannya saat dirawat dibeberapa rumah sakit. Ia mendapatkan perawatan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan pada pasien dengan gangguan jiwa, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pemahaman mengenai kesehatan mental. Perawatan yang tulus dan penuh kasih justru memberikan dampak yang positif bagi penderita gangguan jiwa. Dari pengalamannya yang tidak menyenangkan selama dirawat itulah, ia menyatakan bahwa keramah tamahan yang ditunjukkan kepadanya justru memberikan dampak penyembuhan yang besar bagi dirinya.
Demikian hidup dan menarik buku Clifford Beers tersbut membuat banyak orang tergerak hatinya untuk ikut serta dalam gerakan kesehatan mental. Adolf Meyer mengusulkan usaha-usaha atau gerakan kesehatan mental itu disebut Mental Hygiene yang secara harfiah berarti pemeliharaan kesehatan mental (preservation of the health of the mind) kemudian pada tahun 1908 itu pula didirikan Society for Mental Hygiene di Connecticut. Tahun berikutnya secara formal dibentuk panitia nasional untuk kesehatan mental. Gerakan kesehatan mental semakin meluas ke negara-negara lain, sehingga ketika pada tahun 1930 diadakan kongres internasional mental hygiene di Washington DC, dimana 53 negara mengirimkan tiap-tiap wakilnya kesana.
Dewasa ini perhatian orang-orang terhadap kesehatan mental semakin besar. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya fasilitas kesehatan bagi para penderita gangguan mental, keluarga yang memiliki anggota keluarga yang memiliki gangguan mental pun sudah tidak merasa malu untuk membawa berobat, di masa lalu anggota keluarga yang mengalami gangguan mental dikucilkan bahkan ada pula yang dipasung.
Pendekatan Kesehatan Mental
Dibalik keanekaragaman konsep mengenai kesehatan mental, beberapa ahli mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental. Saparinah Sadli (dalam Suroso, 2001:132) mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental, yaitu :
1. Orientasi Klasik
Dalam orientasi klasik seseorang dianggap sehat bila dia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.
2. Orientasi Penyesuaian Diri
Seseorang yang mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan disekitarnyalah yang disebut sebagai seseorang yang dianggap sehat didalam konteks orientasi penyesuaian diri ini.
3. Orientasi Pengembangan Potensi
Didalam orientasi pengembangan potensi seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press
Stephanie Dwita Puspa Rieny J.
2PA01/16511894
Tugas-1 Kesehatan Mental
Tidak ada komentar:
Posting Komentar